PASTI BISA
oleh : Tifa Zulfa Yasmin
Pagi di kota Surakarta yang ramai
karena semua orang berbondong-bondong untuk bergegas menuju sekolah ataupun
berangkat sekolah. Terdengar suara kendaraan yang dinyalakan di sekitar
rumah-rumah dan suara klakson kendaraan karena semua orang yang sedang terburu-buru.
Tapi, tidak untuk seorang cewek. Cewek ini baru saja bangun dari tidurnya dan
bermalas-malas mau menuju kamar mandi untuk bersiap-siap. Rambut panjangnya
acak-acak karena dia baru terbangun dari tidur panjangnya. Dia masih saja
berlama-lama seakan dia tidak peduli dengan waktu, seakan-akan dia tidak peduli
akan terlambat sekolah. Walaupun akhirnya dia bisa masuk ke sekolah dengan
‘tepat waktu’ yaitu tepat pukul 06.30 WIB, saat bel tanda masuk atau memulai
pelajaran SMA Negeri Widya Surakarta berbunyi
dengan begitu merdu dan kerasnya. Cewek ini menuju ke ruang 21 yang berada di
atas yaitu kelas XI IPA 4 dengan santai dan tidak berlari seperti murid-murid
lain yang berlari-lari menuju kelas mereka karena takut terlambat.
“Risa! Lagi-lagi kamu terlambat masuk
kelas!” kata bu Merita yang mengajar mata pelajaran matematika sekaligus wali
kelas XI IPA 4. Cewek yang ternyata bernama Risa ini berdiri diam di depan
pintu kelas sambil memandang cuek ke arah Bu Merita. ”Ah, saya tidak telat kok
kali ini bu. Buktinya saya masih bisa masuk ke kelas, bukannya kalau siswa
telat tidak bisa memasuki sekolah untuk 1 jam pelajaran dulu bu? Saya benar
bukan? Atau saya perlu melihat ke buku peraturan dulu dan membacakannya?” jawab
Risa sambil berjalan menuju bangkunya dan segera duduk. Bu Merita diam,
anak-anak satu kelas juga ikut diam. Tidak ada satu pun yang bisa menjawab
perkataan Risa.
”Hh, ya sudahlah kali ini kamu akan
ibu maafkan karena hari ini adalah hari pertama kita bertemu di kelas XI ini.
Tapi lain kali kamu tidak boleh sampai terlambat lagi seperti ini, kamu harus
berjanji pada ibu. Mengerti Risa?” kata bu Merita. ”Yaa bu..” jawab Risa malas
dan asal-asalan. Hari ini memang hari pertama masuk setelah libur panjang
kenaikan kelas. Bu Merita sudah mengajar Risa dari kelas X jadi mengetahui
perilaku Risa. Dan sekarang beliau diputuskan untuk mengajar di kelas XI
sekaligus menjadi wali kelas XI IPA 4.
Risa sejak kelas X, bahkan sejak SD
sudah terkenal sebagai anak yang sama sekali tidak mempedulikan peraturan
sekolah. Mungkin bahkan dia sama sekali tidak tertarik dengan itu. Karena
seperti itu, Risa selalu sendirian dan tidak memiliki teman. Alasan sebenarnya
kenapa Risa bersikap seperti itu adalah karena orang tuanya. Risa selalu
sendiri di rumah karena kedua orang tuanya sibuk bekerja. Setiap hari Risa
hanya dikirimi uang oleh ayah dan ibunya lewat rekening untuk hidupnya
sehari-hari. Hal itu sudah berlangsung sejak Risa kecil. Karena itu Risa
menjadi cewek yang dingin dan selalu sendirian. Dia tidak peduli dengan
peraturan, tak memiliki semangat untuk meraih sesuatu, tidak mau diberi
tanggung jawab apapun dari teman-temannya, tidak pernah menepati janji dengan
guru, dan sebagainya. Tapi
jangan salah, Risa adalah anak yang sangat pintar. Walaupun sepertinya tidak
pernah memperhatikan pelajaran, seperti tidur di kelas tapi nilai-nilainya
selalu yang tertinggi di kelasnya. Oleh sebab itu, semua guru tidak bisa
menegurnya dengan keras.
”Hei, aku boleh duduk di sebelahmu
tidak?” kata seorang cewek berambut pendek tiba-tiba duduk di samping Risa yang
sedang memakan bekal rotinya. Memang saat itu adalah jam istirahat pertama.
Risa biasanya membawa roti dari rumah karena tidak mau berjalan jauh ke kantin
dan berdesak-desakkan dengan murid yang lain untuk membeli makanan. Risa diam
sejenak memandang heran dan dingin ke arah cewek yang terus tersenyum sambil
memandang Risa itu. ”Terserah..” jawab Risa tidak peduli sambil memalingkan
wajahnya dari cewek itu dan melanjutkan makannya. ”Makasih..” kata cewek itu
tambah riang. ”Namamu Risa, kan? Aku Mira.. salam kenal ya..” kata cewek yang
bernama Mira itu masih riang. Risa cuek tidak peduli.
Lalu dari hari ke hari Mira selalu
mengikuti Risa kemanapun. Saat di kelas, jam olahraga maupun saat jam
istirahat. Mira selalu mengagumi apapun yang di kerjakan oleh Risa. Risa yang
bisa menjawab pertanyaan guru dengan sangat mudah. ”Wah, kau hebat Ris..”
bisiknya pada Risa saat Risa mau duduk kembali ke bangkunya. Risa yang
melakukan pelajaran olahraga dan seni dengan baik. ”Risa kereeen..” begitu
katanya sambil benar-benar mengagumi Risa.
Mira adalah siswi yang sangat
mematuhi peraturan yang ada di sekolah. Dia selalu datang paling pagi di antara
teman-teman sekelasnya di kelas. Dia selalu mengumpulkan tugas tepat waktu. Dan
dia sangat bersemangat dan mendengarkan seluruh perkataan yang diucapkan oleh
setiap guru di kelas. Sangat berlawanan dengan perilaku Risa.
Karena setiap hari di sekolah Mira
selalu mengikuti Risa kemanapun Risa pergi dan selalu mencoba mengajak Risa
ngobrol walaupun Risa sama sekali tidak merespon, lama kelamaan Risa menjadi
terganggu. ”Hei, hei Risa..” kata Mira memanggil Risa. ”Kenapa kamu terus-terus
mendekatiku? Apa kamu tidak lihat? Aku tidak sama sepertimu, aku murid yang
sama sekali tidak peduli dengan peraturan dan sama sekali tidak memiliki
cita-cita sepertimu..” kata Risa memotong pembicaraan Mira. Saat itu adalah
pelajaran Fisika. Guru fisika yaitu Pak Bowo sedang membagikan hasil ulangan
mendadak minggu lalu. Mira yang dikatakan begitu oleh Risa langsung diam tak
mengucap sepatah katapun.
”Risana..” kata Pak Bowo memanggil nama Risa yang memang bernama panjang
Risana Dewi Utami. Lalu Risa maju untuk mengambil hasil ulangannya. Nilainya
98, hampir sempurna. ”Bagus, tingkatkan nilaimu agar menjadi lebih sempurna..”
kata Pak Bowo. Pak Bowo memang terkenal dikalangan murid sebagai guru yang
bermulut pedas dan seenaknya sendiri. Tapi Risa tidak memperdulikan perkataan pak Bowo dan mau kembali ke tempat
duduknya. ” Viona Miranda Putri..” kata pak Bowo memanggil nama panjang Mira
semprot dengan agak garang. Risa yang mau kembali ke tempat duduknya berpapasan
dengan Mira yang mau maju untuk mengambil hasil ulangannya. Risa melihat wajah
Mira yang begitu pucat saat mau maju. ”Viona!! Apa-apan nilaimu ini? Hanya 12???”
semprot pak Bowo di depan kelas sambil memberikan kertas jawaban ulangan Mira
dengan agak kasar. ”Ma, maaf pak..” kata Mira terbata-bata sambil mengambil
kertas jawaban ulangan miliknya takut-takut. ”Apa-apaan kamu?! Apa kamu tidak
pernah memperhatikan pelajaran bapak???” bentak pak Bowo semakin keras. ”Ti,
tidak pak..” kata Mira semakin terbata-bata, tangannya menggenggam erat kertas
jawaban ulangannya sambil gemetar sampai kertas itu menjadi lecek. ”Tidak
apanya!! Coba lihat kenyataannya!! Lihat nilai yang tertera di kertasmu itu!!”
bentak pak Bowo. ”Ma, maafkan saya pak..” kata Mira semakin erat menggenggam
kertas ulangannya. ”Hh.. dasar kamu ini coba contoh Risa, padahal kalian
bersebelahan. Apa kau tidak malu dengannya?” kata pak Bowo sambil menghela
napas seolah-olah menghina Mira. Mira semakin erat menggenggam kertas
jawabannya, sampai rasanya kertas jawaban itu sudah sobek dan kukunya telah
melukai kulitnya. Risa yang sedari tadi diam sambil mendengarkan sudah mulai
kesal dengan perkataan pak Bowo. Mira masih berdiri di depan kelas sambil
hampir menangis. ”Bapak jadi heran, kenapa kamu bisa masuk IPA sih? Mau jadi
apa kamu nanti dengan nilai segini..” kata pak Bowo.
”Sudah cukup pak!” kata Risa berdiri dari bangkunya. ”Eh?” kata pak Bowo
terkejut. ”Maaf pak, tapi saya rasa perkataan bapak sudah keterlaluan..” kata
Risa berjalan menuju ke depan kelas mendekati Mira. ”Pst, iya, kayaknya emang
pak Bowo itu udah kelewatan deh..” bisik murid-murid di kelas. ”Diam!!” kata
pak Bowo agak galak. Lalu semua murid menjadi diam kembali. ”Apa maksudmu,
Risana?” kata pak Bowo. ”Risa..” kata Mira lirih. ”Walaupun memang benar bahwa
Mira tidak mampu, seharusnya bapak mengajari dia agar mampu.. bukankah itu
tugas seorang guru, pak guru?!” kata
Risa dengan intonasi yang agak ditekankan di kata yang di cetak tebal. ”Ka,
kamu..” kata pak Bowo kesal. ”Kita lihat pak, apakah memang Mira tidak mampu
atau..” kata Risa menarik Mira ke sampingnya. ”Apa maksudmu bapak tidak bisa
mengajar???” bentak pak Bowo. ”Saya tidak bilang begitu..” kata Risa tersenyum.
”Ri, Risa..” kata Mira panik. ”Ergh.. baiklah, jika Viona tidak bisa
mendapatkan nilai sempurna di ujian yang akan bapak adakan khusus untuk Viona,
kamu akan mendapat nilai nol dan kamu harus meminta maaf terhadap bapak!!”
bentak pak Bowo. ”Tapi, jika Mira bisa mendapatkan nilai sempurna bapak harus
meminta maaf pada Mira di depan semua murid dan bapak harus memperbaiki sikap
bapak..” kata Risa. ”Baik
akan bapak lakukan..” kata pak Bowo. ”Lalu, kapan ujiannya akan diadakan pak?”
kata pak Bowo. ”Kalau begitu kapan waktunya pak?” kata Risa. ”Besok senin..” kata pak Bowo. ”Eh, itu artinya kan 5 hari
lagi? Apa bisa?” bisik murid-murid. ”Baik pak..” kata Risa setelah terdiam
sejenak. Mira panik setengah mati. Murid-murid juga ribut. ”Semuanya tenang!!
Kita masih di tengah pelajaran!! Kalian berdua juga kembali ke tempat duduk
kalian..” kata pak Bowo. Lalu Risa dan Mira kembali bangku mereka. Risa melihat
Mira yang masih shock lalu memberinya surat di kertas kecil yang bertuliskan ’Tenang saja, kamu pasti bisa, oh iya mulai
hari ini luangkan waktumu sepulang sekolah’. Mira menanggapinya dengan
mengangguk dan dengan tampang masih shock.
Sepulang sekolah, matahari bersinar dengan cerah dan panasnya seolah-olah
dia sedang memerkan sinarnya dan mengejek anak-anak yang baru mau pulang
sekolah. Risa mengajak Mira ke rumahnya untuk belajar. ”Wah, rumahmu besar ya
Ris..” kata Mira saat masuk ke rumah Risa. Risa diam saja. ”Dimana ayah dan
ibumu?” kata Mira. ”Mereka berdua bekerja. Biasanya pulang saat aku sudah tidur
dan berangkat kerja sebelum aku bangun, bahkan sering kali mereka dinas di luar
kota ataupun luar negeri..” kata Risa. ”Kamu sendirian?” kata Mira. ”Tidak aku
sudah biasa. Ini sudah berlangsung sejak aku masih SD.” kata Risa sambil
mengambil buku-buku yang dari rak. ”Risa..” kata Mira prihatin. ”Sudahlah itu
tidak penting.. ayo kita belajar.” kata Risa meletakkan buku ke atas meja. Mira
menunduk dan diam sejenak. ”Risa, sebenarnya aku tidak yakin kalau aku bisa
melakukannya.. aku ini bodoh, Ris..” kata Mira. Risa diam sambil menatap Mira
yang masih tertunduk. ”Aku tidak akan bilang begitu kalau aku tidak yakin kau
bisa.. aku bilang begitu karena tau kau bisa.. aku tidak bodoh, ingat nilaiku
juga dipertaruhkan..” kata Risa. ”Risa.. makasih..” kata Mira memandang Risa
lalu tersenyum. ”Nah, sekarang ayo kita mulai latihan intensif kita..” kata
Risa.
Lalu dimulailah latihan intensif Risa terhadap Mira selama 5 hari itu. Mira
selalu ke tempat Risa saat pulang sekolah dan pulang selalu larut malam dengan
diantar oleh Risa. Risa
datang pagi kesekolah untuk mengajari Mira di pagi hari. ”Eh, Risa? Tumben kamu
datang pagi? Kamu sakit?” kata Bu Merita dengan tampang shock yang tidak
sengaja berpapasan dengan Risa yang datang pagi mau menuju ke kelasnya. Risa diam sambil memandang heran ke Bu
Merita. “Jadi, sebenarnya bu guru lebih senang kalau aku datang telat?” kata
Risa. ”Eh, tidak bukan begitu.. Nah, kamu seharusnya seperti ini dari dulu..”
kata Bu Merita agak tertawa dan mengusap-usap kepala Risa. Lalu Risa juga jadi
bersosialisasi dengan teman-teman satu sekolah (karena beritanya cepat
menyebar) seperti siswa-siswi yang bilang, ”Ris, kamu keren lho..”, ”Hebat,
bisa nantangin pak Bowo, katanya sampe gurupun gak berani gara-gara dia guru
senior.”, atau ”Keren bisa buat pak Bowo sampe mati kutu begitu..”. Sikap Risa
juga sudah mulai berubah sedikit demi sedikit.
Latihan intensif yang di berikan Risa ke Mira itu seperti saat pagi harus
menghapal rumus. Di tempat pencil, dompet dan semua barang-barang yang sering
di lihat oleh Mira di tempeli rumus fisika. Saat istirahat biasanya di beri
soal latihan oleh Risa jika sudah bisa menyelesaikan baru boleh makan. Kalau
misal ada salah satu, maka makanan Mira akan di ambil oleh Risa satu dan begitu
seterusnya. Lalu, saat pulang sekolah biasanya Mira di beri latihan soal oleh
Risa, Risa juga mengecek apakah Mira sudah hafal dan mengerti rumus dan
mengajari cara cepat menghitung. Hal itu berjalan terus selama 5 hari.
Lalu hari-H pun datang. Mira mengerjakan soal yang diberikan pak Bowo
dengan sukses. Memang soalnya lebih sulit. Risa sudah meminta bantuan pak Haris
(yang juga guru fisika) untuk memeriksa jawaban Mira saat itu juga. Nilai Mira
sempurna. Risa dan Mira langsung bertoss ria. Dan anak-anak satu kelas langsung
bersorak-sorai gembira ikut meramaikan suasana. Lalu pak Bowo pun meminta maaf
pada Mira dihadapan semua murid dan dijawab dengan kata ”terimakasih” oleh
Mira.
Lalu saat pulang sekolah. ”Mau kemana nih?” kata Mira. ”Ya sudah, ayo kita pergi
makan.. tempatnya kamu yang milih, aku traktir. Anggap aja sebagai hadiah keberhasilanmu..”
kata Risa. ”Asiiiik..” kata Mira
senang langsung menggandeng Risa.”Hei, Risa, Mira!! Kalian hebat lho!!” kata teman-teman satu kelas, Risa
dan Mira langsung menoleh. ”Cita-cita kalian apa sih?” kata satu orang siswa iseng-iseng
tanya. Risa dan Mira saling berpandangan sejenak. ”Pekerjaan yang bisa mengubah
dunia jadi lebih baik..” kata Mira dengan riang dan Risa tetap dengan tampang sok
cueknya bersamaan. ”Apa kalian yakin bisa?” tanya seorang siswi. Risa dan Mira saling
berpandangan lagi. ”Pasti bisa!” kata Mira dan Risa dengan tegas mengahadap ke arah
teman-temannya dengan Mira yang senyum dengan lebar dan Risa yang tetap dengan tampang
cueknya tapi agak tersenyum.
TAMAT
3 komentar:
Tes
Apakah kakak jamaah haji tahun 2023? Dari rombongan SOC.
Posting Komentar